Thailand menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang mencatat penurunan populasi. Tingkat kesuburan di negara gajah putih tersebut kini berada di angka 1,08, terendah kedua setelah Singapura dengan 0,97 kelahiran per tahun.
Menurut survei National Institute of Development Administration pada September lalu, 44 persen responden menyatakan kurangnya keinginan untuk memiliki anak.
Alasan utama yang dikemukakan adalah biaya pengasuhan anak, kekhawatiran mengenai dampak kondisi masyarakat terhadap anak-anak, dan tidak ingin terbebani dengan pengasuhan anak.
Hal yang sama juga diungkap oleh pasangan Sira Kitpinyochai dan Boontarika Namsena, pasutri asal Thailand tersebut lebih memilih mengurus kucing ketimbang punya bayi.
Sudah empat tahun sejak mereka menikah dan mereka sepakat menunda untuk memiliki anak. Keduanya merasa bahagia setelah memiliki 11 kucing daripada punya anak. Memiliki anak, menurut mereka sangat terasa berat karena biaya mengurus yang begitu besar.
“Saya tidak ingin mempunyai anak karena… kehidupan saya sendiri saja sudah cukup sulit,” kata pasangan tersebut.
Hal ini sontak mencerminkan sentimen yang semakin umum di antara banyak warga Thailand. Banyak pasangan yang merasa bahwa memiliki akan semakin sulit dan mahal.
Untuk mengatasi masalah krisis populasi, pemerintah Thailand mengalokasikan hampir 78 miliar baht atau sekitar Rp 35 triliun untuk Tunjangan Hidup Hari Tua. Program itu memberikan subsidi bulanan hingga 1.000 baht atau setara Rp 449 ribu untuk lansia yang bukan pensiunan atau penerima kesejahteraan.